Friday, February 21, 2014

Di Dalam Secangkir Teh

Bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia minum teh sudah menjadi kebiasaan sehari-hari. Sampai saat ini teh merupakan minuman paling murah, bahkan bisa diperoleh dengan gratis. Kunjungilah rumah tetangga atau kerabat, maka minuman yang disajikan, paling tidak secangkir teh. Budaya minum teh sebenarnya berasal dari Cina, sehingga negeri ‘Panda” tersebut dikenal sebagai “tanah airnya teh”, mulai dirintis sejak 4.00 tahun yang lalu. Kemudian berkembang di Jepang, sejak awal abad ke-9 di negeri “sakura” tersebut untuk jenis teh hijau masih dikeramatkan, sehingga ada upacara minum teh, chaji. Dalam perkembangan selanjutnya budaya minum teh berkembang di seluruh dunia, terutama ke Negara-negara Eropa Barat seperti Inggris, Jerman dan Belanda, mulai abad ke-17. Di Negara-negara tersebut, teh merupakan minuman mahal untuk kalangan tertentu. Menurut Gian Battista Romusio, penulis Venesia pada abad ke-16, teh adalah sangat berharga (chai catai), karena berkhasiat menghilangkan demam, sakit kepala, sakit perut, dan pegal-pegal. Mulai penghujung abad ke-19, Rudolf E. kerkhven, seorang insinyur kimia berkebangsaan Belanda, merintis pembukaan perkebunan teh di Desa Cisondari (saat ini perkebunan tersebut dikuasai Pusat Penelitian teh dan Kina Gambung, masuk wilayah Kecamatan Pasir Jambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat), dan di Malabar (saat ini masuk wilayah Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat). Kini luas perkebunan teh di Indonesia mencapai 152 ribu hektar, dengan produksi mencapai 7 persen dari total produksi dunia. Ekspor teh Indonesia menguasai 5 persen pangsa pasar dunia. Meskipun minum teh sudah menjadi kebiasaan masyarakat, namun tingkat konsumsi teh tersebut masih tergolong paling rendah di dunia, yaitu hanya mencapai 250 gram per kapita per tahun, jauh di bawah tingkat konsumsi teh masyarakat Jepang dan Inggris yang mencapai 2,5-3,0 kg per kapita per tahun. Dengan demikian, minum teh bagi sebagian besar masyarakat Indonesia baru menjadi suatu kebiasaan, belum menjadi kegemaran. Padahalan dalam secangkir teh, selain kenikmatan dalam meminumnya, banyak khasiat untuk memperbaiki dan meningkatkan kesehatan tubuh. Jika semula khasiat minum teh hanya menjadi keyakinan kelompok masyarakat tertentu, yang diperoleh melalui pengalaman atau tradisi. Hal itu merupakan kebenaran nonilmiah, artinya diperoleh melalui penemuan dengan trial dan error, secara kebetulan, atau melalui spekulasi. Dalam perkembangannya, khasiat secangkir teh bisa dibuktikan secara ilmiah, yaitu melalui penelitian yang menggunakan metode ilmiah. Penelitian menyangkut khasiat secangkir teh sudah banyak dilakukan. Penelitian dasar sudah berhasil mengungkapkan beragam zat atau senyawa kimia yang terkandung dalam teh. Kemudian, penelitian terapan menggali peran setiap zat atau senyawa tersebut, terutama dalam kaitannya dengan metabolism tubuh dan kesehatan si peminum teh. Komposisi kimia teh erat kaitannya dengan jenis teh yang siap dikonsumsi, apakah teh hitam, teh kuning, teh merah (the colong-oolong), atau teh hijau. Teh hitam telah mengalami perubahan kimiawi secara sempuna, sebagian besar senyawa tannin mengalami fermentasi menjadi theaflavin dan thearubigin. Seduhan teh hitam yang sempurna fermentasinya memberikan warha coklat. Jenis teh ini paling banyak dikonsumsi. Teh kuning dan teh merah hanya mengalami perubahan kimiawi secara setengah sempurna, sehingga kadar taninnya masih tinggi. Teh hijau nyaris tidak mengalami perubahan kimiawi, dengan demikian kandungan tannin-nya masih tinggi. Berbagai zat kimia di dalam secangkir teh ialah : Golongan polifenol, meliputi epikatekin, galokatekin, epigalokatekin, dan epigalokatekin galat, Golongan alkaloida, terdiri dari kafein, teofilin, teobromin, xantin dan adenine, golongan polisakarida, golongan zat aromatis, Beragam mineral dan vitamin seperti fluor, kalium, natrium, mangan, zat besi, tembaga, vitamin C, vitamin B-kompleks, vitamin E, vitamin K, biotin, dan inositol (bandingkan dengan komposisi berbagai minuman kesehatan). Dalam sebuah simposium ilmiah internasional, tentang the dan kesehatan, Dr.John Weisburger mengemukakan, polifenol seratus kali lebih efektif dari vitamin C, dan 25 kali lebih efektif dari vitamin E, dalam menetralisir radikal bebas (produk sampingan proses biokimia tubuh yang sangat mengganggu). Hal ini menjadi indikasi kuat, bahwa the dapat mencegah kanker dan serangan jantung (CNN.com, Juni 2000). Polifenol yang terdiri dari beragam katekin, berperan dalam mengendalikan LDL (Low density lipoprotein), senyawa yang dianggap merupakan komponen yang bertanggung jawab terhadap penumpukan kolesterol di dinding arteri, sehingga disebut “kolesterol jahat”. Dengan demikian zat antioksidan yang terkandung di dalam teh tersebut, mampu mencegah penyumbatan pembuluh darah yang dapat mengudang stroke dan serangan jantung (aterosklerosis). Para peneliti di Clinical Gerontology Unit, University of Cambridge, Inggris (dalam American Journal of Clinical Nutrition, 2000), melaporkan hasil penelitian mengenai hubungan kebiasaan minum teh dengan osteoporosis atau tulang rapuh. Hal ini sering terjadi pada perempuan setelah menopause (hadinya kering), mulanya pegal-pegal, baru disadari bila terjatuh dan ulangnya menjadi patah. Hasil penelitian menunjukkan, ukuran kepekaan mineral tulang (bone mineral density - BMD - tingkat kekerasan tulang) pada perempuan berusia 65-67 tahun, yang termasuk peminum the, lebih besar dibanding perempuan bukan peminum teh. Dengan kata lain, perempuan yang memiliki kebiasaan minum teh, berpeluang besar untuk terhindar dari osteoporosis. Khasiat teh tersebut bersumber dari zat-zat yang diperlukan dalam pembentukan tulang, yang terkandung dalam secangkir teh seperti: flour, magnesium, flavonoid dan vitamin K. Sementara Dr.Ono Hiko (1996), peneliti dari Institut Kanker Aichi, Jepang, menemukan asam tanoat dalam teh hijau. Senyawa tersebut dibuktikan dapat menekan kinerja virus human immunodeficiency virus (HIV), penyebab AIDS (acquired immune deficiency syndrome - sindroma penurunan kekebalan yang didapatkan). Mekanisme kerjanya, asam tanoat menghambat terjadinya rekasi virus HIV dengan RNA limfosit T4 yang diserangnya, sehingga kemunduran kualitas hidup pengidap HIV bias dihambat. Selain sebagai penghalau dahaga, menyegarkan tubuh dan pikiran, ternyata khasiat teh sangat banyak. Yang terpenting ialah meningkatkan ketahanan tubuh terhadap beragam penyakit dan gangguan organ tubuh, seperti flu (katekin dan senyawa oksidasinya, teaflavin, dapat melumpuhkan virus penyebab flu); karies gigi (polifenol dalam teh hijau merusak ikatan sukrosa, sehingga bakteri Streptococcus sp, tidak dapat membentuk asam organik, yang melarutkan email gigi, dan menyebabkan ginjal (tannin yang belum mengalami derivatisasi, dapat mencegah dan menyembuhkan gangguan pada ginjal, karena mampu menetralkan radikal hidroksil yang menyebabkan kesalahan metabolisme pada ginjal), serangan jantung; stroke: AID, kanker, dan sebagainya. Khasiat teh juga bisa mengurangi berat badan atau memelihara kelangsingan tubuh. Hal tersebut dibuktikan oleh penelitian Zhejiang Medical University, Cina (1996), yaitu polifenol dalam teh hijau dapat menghambat penyerapan vitamin B1, yang berfungsi menguraikan karbohidrat. Dengan demikian, karbohidrat yang bisa dipecah dan disimpan dalam tubuh menjadi berkurang, tubuh pun terhindar dari kegemukan. Teh hijau juga bisa membuat awet muda. Dalam memerangi radikal bebas kandungan katekin dalam teh hijau 20 kali lebih kuat dibanding vitamin E. radikal bebas biasanya bergabung dengan peroksida lemak membentuk pigmen penuaan, lipofuskin. Dengan minum teh hijau, penumpukan lipofuskin dapat dikurangi. Teh memang berkhasiat, namun dalam meminumnya harus bijaksana, mengingat beragam senyawa kimia yang dikandung nya. Sebagai contoh kafein, bisa menimbulkan perasaan gugup, denyut jantung tidak beraturan, dan insomnia. Bagi ibu hamil dan menyusui, serta bagi yang jantungnya kurnag normal, konsumsi teh perlu dibatasi, maksimal dua gelas sehari. Selain itu membanjirnya kafein dalam darah dapat merangsang pembentukan asam urat, yang lebih lanjut bisa mengakibatkan terbentuknya batu ginjal. Contoh lainnya tannin. Konsentrasi yang berlebihan dapat mengganggu penyerapan citamin C, yang sangat beperan dalam membantu penyerapan zat besi. Dengan demikian, minum teh secara berlebihan berpotensi menimbulkan anemia. Sementara ada yang menganjurkan, untuk menghindari efek samping minum teh tersebut, konsumsi vitamin C perlu ditingkatkan, terutama melalui buah-buahan. Bagaimanapun, secangkir the adalah sangat berharga (Chai catai). Begitu pula dua atau tiga cangkir, namun yang perlu diperhatikan, jangan “melampaui batas”. Segala sesuatu kalau “melampau batas” dapat menimbulkan bencana.

No comments:

Post a Comment